Icuk Sugiarto
Icuk Sugiarto (lahir di Solo, Jawa Tengah, 4 Oktober 1962; umur 49 tahun) adalah juara dunia bulu tangkis tahun 1983, yang juga adalah legenda tunggal putra bulu tangkis Indonesia bersama Liem Swie King, Lius Pongoh, Hastomo Arbi, Kartono,dll serta pahlawan bulu tangkis Indonesia di era 1980-an bersama pemain - pemain bulu tangkis Indonesia yang lainnya. Ia sekarang menjadi salah satu staf ahli menpora di eranya SBY-JK.
Icuk dikenal sebagai atlet bulu tangkis yang kerap menjuarai
pertandingan baik di dalam maupun luar negeri. Kiprahnya dalam dunia
bulu tangkis memuncak pada saat dia memenangkan kejuaraan bulu tangkis
tingkat dunia yang telah memberikannya gelar Juara Dunia pada tahun 1983
dan 1986. Teknik-teknik tajam yang dahulu digunakannya pada setiap
pertandingan seakan melegenda. Bahkan hingga kini, diusianya yang ke 46,
beliau masih belum kehilangan kelihaiannya dalam bemain bulu tangkis.
Hal ini dibuktikan dengan kepiawaiannya melatih anak didiknya di klub PB Pelita Bakrie.
Suami dari Hj. Nina Yaroh dan ayah dari Natassia Octaviani Sugiarto, Tommy Sugiarto,
dan Jauza Fadhilla Sugiarto ini seakan tak dapat dipisahkan dari bulu
tangkis. Kendati kariernya menjadi atlet bulu tangkis telah selesai,
namun dia tetap berjuang dengan segala cara untuk meningkatkan permainan
atlet-atlet bulu tangkis Indonesia agar selalu dapat menorehkan
prestasi tertinggi pada setiap pertandingannya.
Latar belakang dan keluarga
Putera ke tiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Harjo Sudarmo dan Ciptaningsih
(alm) ini sudah menunjukkan bakatnya dalam bermain bulu tangkis
semenjak menginjak usia 12 tahun. Orang tua Icuk sendiri tak pernah
menyia-nyiakan bakat yang dimiliki puteranya itu. Sejak dini Icuk
digembleng di klub di daerahnya, Solo, hingga akhirnya dia diboyong ke
Jakarta.
Icuk memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 3 Kratonan dan SMP Negeri 1 yang keduanya berada di Solo.
Karena kemampuannya yang dirasa semakin lama semakin meningkat, Icuk
pun mendapatkan kesempatan untuk hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan
pendidikannya di SMA Negeri Ragunan.
Pada tahun 1983 Icuk menikah dengan Hj. Nina Yaroh seorang atlet bulu tangkis putri nasional dari Medan,
dan pada tahun 1984 pasangan tersebut dianugrahi anak pertama mereka,
Natassia Octaviani Sugiarto, dan menyusul Tommy Sugiarto dan si bungsu
Jauza Fadhilla Sugiarto pada tahun 1988 dan 1999.
Tommy Sugiarto sendiri saat ini sedang merintis karier pada bidang
yang sama dengan yang digeluti oleh sang ayah, bulu tangkis, yang telah
membawanya sebagai atlet bulu tangkis terbaik di level 14 tahun ke bawah
untuk tingkat DKI Jakarta. Tommy terpilih sebagai tunggal keempat tim Piala Thomas Indonesia tahun 2008. Prestasinya bisa dibilang membanggakan Icuk. di usia 14 tahun, dia sudah bisa membawa Klub Bulu Tangkis Pelita Bakrie tempat ia bernaung menjadi juara umum ditingkat cabang PBSI Jakarta Barat dengan meraih gelar di nomor Tunggal Remaja dan Taruna serta Ganda Remaja Putra.
Tommy saat itu juga sudah mampu tampil di ajang bulu tangkis nasional, Samsung-SGS II
yang diselenggarakan di Bandung, di partai pamungkas dan berhasil
menembus final tunggal remaja. 2 tahun belakangan ini prestasinya bisa
dibilang lumayan. Tampaknya teladan ayahnya menjadikannya selalu
berusaha lebih keras dari waktu ke waktu sehingga diharapkan dapat
menyaingi reputasi ayahnya di bidang bulu tangkis kelak.
Tampaknya Icuk Sugiarto memang tak dapat jauh dari dunia bulu
tangkis. Karena selain Tommy Sugiarto yang telah mengikuti jejaknya
untuk menjadi pemain bulu tangkis profesional, Hj. Nina Yaroh, sang
istri, saat ini juga menjabat sebagai Ketua Kepengurusan cabang PBSI
daerah Jakarta Barat. Terbukti sekali kecintaan Icuk pada bulu tangkis
sangat tinggi, karena baginya bulu tangkis bukan lagi sekadar olah raga
yang dapat mendatangkan medali dari pertandingan-pertandingan dalam dan
luar negeri, namun lebih pada sesuatu yang telah merekatkan hubungannya
dengan keluarga.
Kiprah keatletan Icuk Sugiarto
Icuk kecil terlihat sudah tertarik pada bulu tangkis sejak berusia 12
tahun. Nampaknya orang tua Icuk tak ingin melepaskan minat dan bakat
yang dimiliki putranya maka pada tahun 1974 Icuk pun dimasukkan ke dalam
klub bulu tangkis pertamanya, yaitu Klub taruna, kemudian pindah ke klub Abadi Sekolah Atlet ragunan.
Dari tempat ini Icuk mendapat banyak pelajaran berharga yang
membuatnya semakin mantap menitipkan hatinya pada olah raga yang pada
awalnya dipopulerkan di Inggris ini.
Kejuaraan
Tak lengkap rasanya jika perjuangan melewati hari demi hari di kamp
pelatihan tanpa diuji di lapangan pertandingan. Icuk mengikuti
pertandingan bulu tangkis skala internasional pertamanya pada tahun 1979
yang membuatnya menyandang predikat sebagai Juara I Single ASEAN
pelajar. Pertandingan demi pertandingan dilewatinya dengan gilang
gemilang. Tak kurang dari tiga puluh pertandingan menjadi saksi
kemenangannya. Hingga akhirnya pada tahun 1983, Icuk Sugiarto, atas nama
Indonesia menyabet gelar yang paling bergengsi di dunia bulu tangkis: Juara Dunia Single.
Tahun | Prestasi |
---|---|
1979 | Juara I Single Asean Pelajar |
1980 | Juara I Double Nasional. |
1981 | Juara I Double India Terbuka. |
1981 | Juara Double PON IX. |
1982 | Juara I Double Asian Games. |
1982, 1986 & 1988 | Juara I Single Indonesia Terbuka. |
1985 | Juara Single PON X. |
1983 s/d 1987 | Juara Nasional. |
1983 s/d 1986 | Juara I Taiwan Terbuka. |
1983 | Juara Dunia Single. |
1984 | Juara I Single Malaysia Terbuka |
1984 & 1985 | Juara I Single Thailand Terbuka |
1984 | Juara I Single Belanda Terbuka |
1985 | Juara I Single Piala Dunia ALBA |
1985, 1987 & 1989 | Juara Single Sea Games |
1986 | Juara I Single China Terbuka |
1986 | Juara I Single Piala Dunia 555 |
1987 | Runner Up Single All England |
1988 | Juara I Single Perancis Terbuka |
1988 | Juara I Single Hongkong Terbuka |
1984, 1986, 1988 & 1990 | Team Thomas Cup |
1983, 1984 & 1985 | Team Asia |
Penghargaan
Perjuangannya membela nama bangsa tidak hanya sekali dua kali
dilakukannya. Pemerintah pun tampaknya tidak menutup mata pada bakat dan
prestasi yang diraihnya. Berbagai macam penghargaan diberikan padanya
sebagai salah satu bentuk apresiasi yang diberikan pemerintah padanya.
Sebut saja gelar atlet terbaik yang dianugrahkan sebanyak 4 kali oleh SIWO PWI padanya sebanyak 4 kali dalam kurun waktu sepuluh tahun, Bintang jasa Kelas I dari Menpora, hingga Bintang Satya Lencana Kebudayaan yang dianugrahkan Presiden RI pada tahun 1991.
Tahun | Penghargaan |
---|---|
1983 | Warga Teladan Kelas I di Solo dari Pemda. |
1984 | Mendapat tanda jasa Bintang Kelas I dari MENPORA. |
1986 | Atlet Terbaik Asia Pilihan Wartawan China. |
1982, 1983, 1986 & 1988 | Atlet Terbaik Indonesia Pilihan SIWO PWI. |
1991 | Mendapat Bintang Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden R.I. |
1997 | Mendapat Bintang Satya Jasa dari PB. PBSI. |
1999 | Mendapat Bintang Service Award dari IBF. |
2007 | Mendapat Gadget Award Kategori Tokoh Olahraga 2007. |
Kiprah paska keatletan
Kendati Icuk Sugiarto telah menggantungkan raketnya pada tahun 1989, namun sang Juara Dunia tahun 1983
ini seakan tak mau melupakan bidang yang telah membesarkan namanya.
Merasa memiliki tanggung jawab untuk memajukan dunia dunia bulu tangkis
dalam negeri agar tak pernah kalah dengan negara-negara lain, Icuk pun
masih tetap meluangkan waktunya untuk berkiprah dalam dunia bulu tangkis
walau saat ini berada di balik layar.
Saat ini ia tercatat sebagai pelatih di PB Pelita Bakrie. Kerja kerasnya telah membuahkan hasil dengan mencetak atlet-atlet muda handal semisal Candra Wijaya, Nova Widianto, Markis Kido, Vita Marissa, Toni Gunawan
Tak berhenti sampai disitu, segudang kegiatan yang terkait dengan bulu
tangkis pun dilakoninya. Pada saat Icuk menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah DKI Jakarta juga salah satu Pengurus PB PBSI dan tak hanya itu, dia pun dipercaya oleh Menegpora Adhyaksa Dault untuk menjabat posisi Staf Ahli Menegpora untuk periode tahun 2004 hingga sekarang.
Sebagai mantan atlet, tak aneh rasanya jika dia sangat mengerti kebutuhan para atlet bulu tangkis.
Dimulai dari sarana dan prasarana hingga program pelatihan yang
diharapkan merata dari pusat hingga daerah. Ia berpendapat jika
bibit-bibit unggul tidaklah harus berasal dari pusat, namun juga dapat
digali di daerah-daerah, oleh karena itu pelakuan atlet baik yang berada
di pusat maupun di daerah haruslah sama.
Tidak hanya atlet saja yang menjadi perhatiannya, namun juga basib
para mantan atlet yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa baik pada
kancah nasional maupun internasional. Masalah-masalah yang terkait
dengan keadaan ekonomi dan status kewarganegaraan mantan atlet (dan
atlet saat ini) juga tak luput dari perhatiannya. Keinginannya saat ini
adalah lebih meningkatkan prestasi bulu tangkis Indonesia di kancah internasional yang sempat selama beberapa tahun ini mati suri dengan membangun struktur organisasi yang kuat pada tubuh PBSI.
Tahun | Jabatan |
---|---|
1989 – Sekarang | Ketua Umum PB. Pelita Bakrie. |
1997 – 2001 | Direktur Pemandu Bakat PB. PBSI |
1996-1999 & 1999-2002 | Ketua Umum Pengcab PBSI Jakarta Barat. |
2002-2006 & 2006-2010 | Ketua Umum Pengda PBSI DKI Jakarta. |
1994 – Sekarang | Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Kosgoro. |
1994 – 1999 | Ketua Dewan Pimpinan Pusat KNPI. |
2000 – 2004 | Ketua Dewan Pimpinan Pusat Garda Muda Merah Putih. |
2005 - 2008 | Anggota Majelis Pemuda Indonesia DPP KNPI |
1998 | Caleg DPR RI. |
2004 – 2005 | Ketua Bidang Pembinaan Prestasi & Pelatnas PB. PBSI. |
2007 – 2011 | Ketua Umum Pengurus Pusat IANI (Ikatan Atlet Nasional Indonesia). |
2004 – Sekarang | Staf Khusus MENPORA R.I. |
2005 - Sekarang | Komisaris Utama PT. Cipta Langit Biru |
2005 – Sekarang | Penasehat BPPOP (Badan Pusat Penyelenggara Olahraga Profesional) |
2007- 2012 | Ketua Departemen Olahraga DPP Partai Persatuan Pembangunan |
2006- Sekarang | Tim Ahli Lembaga Anti Doping Indonesia. |
2007-2011 | Ketua bidang dana PERTINA |
2007 - Sekarang | Ketua Umum Yayasan Peduli Atlet Indonesia/YPAI |